RS tipe-B terbaik di Sumatera Utara

RS tipe-B terbaik di Sumatera Utara

Rabu, Juli 02, 2008

IKAN MEGAWATI

Oleh Drs R Jutamardi Purba, Ak
WAKIL DIREKTUR ADM & KEUANGAN RSHI

SEBELUM pelaksanaan Pesta Danau Toba tanggal 13-16 Juni 2008 dalam waktu dekat ini, sempatkan dulu singgah ke terminal penyeberangan feri di Ajibata. Bila Anda tiba di sana selepas makan siang, tidak jauh dari terminal, Anda akan bertemu keluarga Sinaga/boru Manurung yang tengah asyik menyortir ikan perak (mereka menyebutnya ikan Megawati). Dinamai seperti itu, karena Megawati (mantan presiden dan ketua umum PDI Perjuangan) itulah yang memperkenalkan jenis ikan ini kepada masyarakat setempat dan Taufik Kiemas (suami Megawati) yang menabur bibitnya di danau Toba. Itu terjadi ketika Megawati masih menjabat sebagai presiden, sebelum digantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

Sang tauke yakni Sinaga dibantu oleh istrinya yang boru Manurung dan Tondong/Hula-hula-nya yakni saudara laki-laki istrinya serta Tulang-nya yakni sepupu bapak mertuanya. Setiap hari mereka mengumpulkan rata-rata 10 ton ikan untuk dikirim ke Pematangsiantar, Medan, dan Padang. Karena asal bibit ikan itu awalnya dari danau Singkarak, maka pengiriman ke Padang itu bisalah disebut semacam “re-ekspor”.

Mereka telah menjalani bisnis ini lima tahunan dan tetap eksis di situ. Yakinlah, mereka tetap bisa begitu karena bisnis ini menguntungkan. Bayangkan, jika harga jual ikan segar franco Padang untuk langganan mereka di sana adalah Rp 7.000 per kg (sebagaimana penuturan boru Manurung), mereka bisa memperoleh selisih Rp Rp 4.000 per kg jika mereka membeli dari nelayan dari dua kabupaten yakni Toba dan Simalungun seharga Rp 3.000 per kg. Setelah dipotong ongkos tronton, penyusutan peralatan, pembelian kotak styroform kapasitas 40 kg, es batu, dan biaya operasional lainnya, mereka bisa memperoleh untung bersih Rp 100 per kg. Jadi, untung bersih per hari bisa mencapai Rp 1 juta atau per bulan sekitar Rp 25 juta, dengan asumsi 25 hari kerja.

Ikan segar mereka ditampung oleh pedagang di Padang untuk dijual ke restoran-restoran atau rumah tangga-rumah tangga. Di sana, ikan Megawati disebut ikan bilih. Kadang-kadang, sebagian ikan segar sampai juga ke Batam dan Tanjungpinang. Mungkin karena biaya transpor yang mahal dan waktu pengiriman yang lebih lama, mereka tidak memasarkan ikan segar sampai Jakarta (Jawa).

Ikan kelas dua (yang sebagian sisiknya sudah lepas atau perutnya pecah) dipisahkan untuk diasinkan. Harga jual ikan asin ini di Padang bisa mencapai Rp 13.000 per kg. Ikan asin inilah yang bisa dipasarkan sampai Jakarta (Jawa). Menurut penuturan boru Manurung, ada juga orang Batak di Jakarta yang memperbanyak pesanan ikan asin ini, karena kaget setelah mengetahui bahwa ikan ini berasal dari daerah asalnya. “Mungkin ikan ini diasinkan oleh Namboru saya sendiri, jadi terpuaskan rinduku!” kata boru Manurung menirukan perkataan orang itu.

Bisnis inilah yang menghidupi keluarga Sinaga/boru Manurung lima tahun terakhir bersama keluarga besarnya yang tergabung dalam usaha yang diberi merek Ruma Toba, sebagaimana nama salah satu kapal turis milik mereka yang sandar di tempat penyortiran ikan dekat terminal feri Ajibata. Ini pula yang mendanai sekolah anak-anak mereka yang kebetulan masih di tingkat lanjutan pertama (SMP).

Memberi Ikan secara Benar

PASCA pengumuman kenaikan harga BBM tanggal 24 Mei 2008 yang baru lalu, Anda tentunya kerap membaca ungkapan-ungkapan “diberi ikan” (bantuan perlindungan sosial rumah tangga miskin), “diajari memancing” (pemberdayaan masyarakat), dan “dibantu untuk punya pancing dan perahu sendiri” (penguatan usaha mikro dan kecil) yang merupakan “3 program sistematis dan simultan untuk masyarakat miskin” yang diperkenalkan oleh pemerintahan SBY-JK. Ketika penulis menanyakan apakah tauke Sinaga pernah membaca atau mengetahui program ini, dia dengan jujur mengatakan bahwa dia tidak sempat membaca koran. Paling-paling dia hanya sempat nonton tivi bila ikan-ikan sudah diberangkatkan. Setelah melihat Pak Kwik Kian Gie dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada alasan pemerintahan SBY-JK menaikkan kembali harga BBM, dia menyatakan kekagumannya terhadap ketajaman analisis Kwik.

Tauke Sinaga tetap tidak bisa mengerti mengapa pemerintahan SBY-JK harus menaikkan harga BBM sekali lagi. Dia malah lebih bisa menerima cara Megawati memimpin bangsa ini. Setelah prahara virus ikan emas, Megawati menyumbangkan bibit ikan perak dan itulah yang ditaburkan di danau Toba. Sekali ini “diberi ikan” bukan berarti diberi uang dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), melainkan benar-benar diberi ikan (bibit). Semua bekerja untuk itu dan hidup dari situ: nelayan menjala ikan; pengumpul menampung, menyortir, mengemas, dan mengirimkannya untuk dijual ke Pematangsiantar, Medan, Padang, Batam, Tanjungpinang, atau Jakarta; penduduk yang lain mengasinkannya; serta pengusaha transpor mengangkutnya dengan tronton. Semua dapat untung dan kena efek menetes ke bawah (trickle-down effect).

Tak heran jika boru Manurung – sambil tertawa lepas – menjawab, bahwa partai ikan perak itu sendiri pun adalah PDI Perjuangan. Itu dikatakannya ketika penulis menggodanya dengan bertanya apa kira-kira partai politik dari ikan-ikan itu? Selanjutnya dia menginformasikan, bahwa paling tidak di Kabupaten Toba dan Simalungun di mana sebagian masyarakatnya adalah nelayan ikan perak itu, masyarakat memilih pasangan Triben (Tritamtomo-Benny Pasaribu) dalam Pilgubsu 16 April 2008 lalu. Masyarakat sini lebih memilih Triben yang dicalonkan PDI Perjuangan, karena mengingat jasa Megawati yang telah memberi penghidupan dan kehidupan melalui ikan perak. Mereka agak skeptis atas pembagian BLT, apalagi datanya tidak up-to-date, karena masih menggunakan data tiga tahun lalu. Mereka jelas tidak memilih RE Siahaan yang notabene adalah orang Toba bersama wakilnya Suherdi, karena menurut mereka, kesamaan suku/marga tidak cukup lagi untuk saat ini, melainkan siapa yang bisa memberi kehidupan.

Saran untuk Pemda

SEMBARI menyortir ikan, boru Manurung mengungkapkan harapan dan uneg-unegnya. Dia menyatakan bahwa pemasaran ikan perak masih kurang, karena dalam beberapa kesempatan, ikan-ikan mereka tak terserap pasar atau kelebihan pasokan (excess supply), sehingga sampai busuk. Alangkah bijaksananya jika pemerintah Kabupaten Toba dan Kabupaten Simalungun secara sinergis memfasilitasi usaha pengolahan kerupuk ikan, pengolahan pakan ternak atau pupuk berbahan ikan sisa, peningkatan kemampuan pemasaran bagi pelaku bisnis ini, dll.

Sering terjadi bahwa Pemda tidak jeli melihat dan tidak getol mencari tahu potensi masyarakat setempat yang bisa dikembangkan dengan mudah dan dengan segera untuk menggerakkan roda perekonomian. Perencanaan pembangunan lebih sering bersifat top-down, bukan bottom-up, sehingga tidak berangkat dari kondisi riil di lapangan.

Jadi, tak perlu menunggu Pesta Danau Toba untuk menemui tauke Sinaga, karena bila pesta digelar, Anda mungkin lebih asyik berpesta hingga lupa menemuinya. Yang pasti, mereka tetap di sana menyortir ikan Megawati, karena ikan itulah yang memberi mereka kehidupan. (*)

Layanan Unggulan

DR Med dr Polentyno Girsang, SpB, KBD, FinaCs menjelaskan layanan unggulan RS Horas Insani (RSHI) Pematangsiantar kepada wartawati TVRI sesaat setelah penganugerahan gelar "Penampilan Terbaik I Rumah Sakit Tipe-B se-Sumatera Utara".

LAYANAN UNGGULAN: MIS (MINIMALLY INVASIVE SURGERY), OPERASI HAEMORHOID (WASIR) DGN TEKNOLOGI STAPLER, & ODS/ODC

ISO 9001:2000

RS Horas Insani Pematangsiantar
Mengejar ISO 9001:200